Menyoal Spanduk Lebaran Politisi

Usai menengok saudara di salah satu kota di Jawa Timur pasca lebaran, pulang kembali ke ibukota saya menggunakan travel. Secara tidak sengaja di dalam kendaraan  travel bertemu dengan sejumlah anak muda yang saya nilai memiliki daya kritis. Setelah menempuh perjalanan yg cukup melelahkan, tibalah saatnya kendaraan istirahat di sebuah rest area. Para penumpang pun secara tertib keluar dari kendaraan. Ada yg menuju toilet, restoran atau ngopi-ngopi.

Saya lihat sebagian dari dari anak-anak muda tersebut  duduk-duduk dan berbincang melepas penat sambil ngopi di sebuah sudut  kedai rest area. Mereka membuat majelis diskusi dadakan. Saya pun iseng ikut nimbrung pada majelis mereka. Namun karena saya sadar diri sebagai orang yang sudah tidak lagi muda lagi, saya mengambil posisi duduk di belakang mereka dan mencoba sebatas sebagai pendengar setia saja sambil menikmati segelas kopi.

Tiga dari lima anak muda tersebut mengaku masih mahasiswa.  Sedangkan tiga lainnya sudah bekerja di berbagai perusahaan serta berwirausaha di ibukota dan beberapa kota pinggiran Jakarta. Perbincangan mulai serius setelah Ary, yg merupakan mahasiswa prodi manajemen di sebuah PTN di Depok, melontarkan unek-uneknya.

“Teman-teman,  tidakkah kalian memperhatikan mulai kita memasuki pintu tol dan sepanjang jalan dari Jatim, Jateng hingga Jabar, termasuk di hampir semua sudut rest area ini dipenuhi spanduk-spanduk ucapan selamat Idul Fitri dari para politisi?”

“Iya memang. Lantas apa masalahnya Bro?”, ujar Agus yg mengaku sudah setahun bekerja di perusahaan swasta di Depok.

“Suwer kalau gue benar-benar merasa terganggu. Bahkan lebih jauh lagi, isi kepala gue  merasa terteror.. enek dan pingin muntah rasanya!”

“Wuih koq terdengarnya serem begitu Bro..Emang bagaimana bisa seperti itu?” tanya Iskandar yg merupakan mahasiswa fakultas Adab  UIN Jakarta.

“Begini di mata gue pada spanduk-spanduk para politikus tersebut ada pemborosan duit yg jumlahnya besar serta sebuah bentuk kedungunan akut!” Nada bicara Ary mulai meninggi.

“Waduh.. Ary, omongan ente kaya Rocky Gerung aja. Coba-coba jelasin maksudnya” kata Hartatnto wirausahawan muda Pecel Lele yang memiliki beberapa gerai di Bogor.

“Pertama pemborosan. Coba kalian hitung, jika ongkos pembuatan satu spanduk 100 ribu. Kemudian dikali 500 buah maka butuh duit 50 juta. Ditambah ongkos pekerja yg memasang spanduk sebanyak itu misalnya 5 juta. Itu baru spanduk satu orang politisi. Jika ada ribuan politisi di negeri ini yg melakukannya, kalian bisa hitung sendiri berapa banyak jumlah akumulasi uangnya untuk pengadaan spanduk-spanduk tersebut!” ujar Ary.

“Tapi dengan itu telah memberikan dampak positif pada para pengusaha jasa percetakan spanduk berserta karyawanya Bro.. Usaha percetakan spanduk mereka jadi laris-manis. Dan karyawan mereka dapat THR yg baik” kata Maharani, satu-satunya perempuan pada majelis diskusi dadakan di rest area tersebut. Maharani merupakan mahasiswi jurusan ilmu politik pada salah satu PTS terkenal di Jakarta.

“Saya setuju pandangan Mbak Maharani. Banyaknya politisi yg jor-joran bikin spanduk menurutku membawa berkah buat pengusaha spanduk. Lagi pula sebagai politisi yg ingin terpilih dalam Pileg wajar saja kalau harus keluar duit buat bikin spanduk. Bahwa untuk mencapai hal tersebut harus mengeluarkan fulus, itu ongkos politiknya.” komentar Harbatah, anak muda yg penampilannya paling nyeleneh. Dia mengaku bekerja sebagai operator angkutan barang ekspedisi antar pulau.

“Tapi menurutku para politisi yg hanya bisa memajang spanduk seperti itu  adalah politisi norak, pemalas,  narsis dan tidak punya konsep” ujar Ary tampak jengkel.

Sejenak suasana hening.

“Kalau hubungan antara spanduk dengan kedungunan akut  bagaimana penjelasannya Bro Ary?” tanya Maharani.

“Begini.  Pada era informasi saat ini, dimana akses mendapatkan berita dan rekam jejak seseorang berada pada genggaman tangan publik, cara-cara berpolitik lewat media luar ruang seperti spanduk itu sudah tidak lagi efektif. Ini bukan kata gue, tapi gue baca pada artikel suatu jurnal bereputasi. Hanya maaf nama jurnalnya gue  lupa lagi..hehe..

Pada artikel tersebut dilaporkan, bahwa kampanye politik melalui media spanduk dan sejenisnya, hanya menyumbang elektabilitas politisi yg terlibat dalam kontestasi pileg tahun 2019 lalu hanya  20 persen saja. Sedangkan yg paling besar, adalah rekam jejak kerja-kerja sosial para politikus tersebut di masyarakat.

Nah apa  namanya kalau bukan sebuah kedungunan akut saat politisi tersebut rela mengorbankan banyak duit untuk membuat ratusan spanduk, padahal semua itu hanya sedikit saja menyumbang elektabilitas mereka? Oh ya pada artikel tersebut ditemukan fakta bahwa sebanyak 10 persen responden menyatakan gegara banyaknya spanduk para politikus tersebut membuat mereka  kehilangan simpati. Artinya spanduk-spanduk tersebut justru menjadi kontraproduktif..” Ary mencoba menjelaskan panjang lebar.

“Tapi saat ini konteks  spanduk para politisi tersebut dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, Bro. Isinya hanya doa ucapan selamat dan permohonan maaf. Tidak ada ajakan memilih para politikus tersebut, karena bukan sedang Pileg” kata Harbatah.

“Memang tujuan yg ingin mereka capai lewat pemasangan spanduk-spanduk tersebut sebatas mendongkrak popularitas. Harapannya setelah lebih dikenal akan turut meningkatkan elektabilitas saat Pileg nanti. Jadi para politisi tersebut mengambil kesempatan dari adanya berbagai peringatan berbagai hari besar Nasional atau keagamaan.” ujar Ary.

“Wah kalau begitu-begitu amat sih emang layak mereka dijuluki politikus spanduk. Masa kerjanya mejeng terus sepanjang tahun melalui spanduk. Kayaknya menarik tuh kalau diteliti oleh Mbak Maharani sebagai mahasiswi ilmu politik hehe..” gurau Agus sambil mengepulkan asap rokoknya.

“Nah, jadi terinspirasi mencermati dan membahas isi spanduk lebaran para politisi tersebut. Selain wajah sumringah mereka narasi pada spanduk tersebut ada ucapan  selamat hari raya Idul Fitri serta  permintaan permohonan maaf lahir batin” tiba-tiba Iskandar ikut berkomentar.

“Lantas?” tanya Maharani meminta penjelasan kepada Iskandar.

“Itu kan bisa ditafsirkan para politikus tersebut memposisikan dirinya seolah-olah  sudah dikenal khalayak atau publik. Makanya mereka menyampaikan ucapan selamat dan permintaan maaf lewat spanduk tersebut. Padahal faktanya tidak demikian. Ge’er. Betul mereka itu. Haha..” kata Iskandar terbahak.

“Ya..ya.. bener juga pendapat Bro Iskandar ini. Lagi pula lazimnya orang-orang akan saling bermaafan selain sebelumnya  sudah saling kenal juga kalau dirasakan memiliki kesalahan. Jadi jangan-jangan para politisi tersebut dalam dirinya sudah merasa bersalah kepada khalayak, sehingga merasa perlu meminta maaf walaupun melalui spanduk.. hehe..”  kata Agus.

“Setuju.. mereka mengaku sebagai para pendosa secara politik haha..” ujar Harbatah terbahak-bahak.

Majelis ghibah anak-anak muda kritis tersebut terpaksa harus dihentikan. Dari pengeras suara terdengar panggilan kepada para penumpang travel agar segera memasuki kendaraan, karena katanya perjalanan menuju ibukota akan dilanjutkan.

Kholid A. Harras
Dosen UPI, Bandung

Laman : Menyoal Spanduk Lebaran Politisi – Kempalan.com

12 Comments to “Menyoal Spanduk Lebaran Politisi”

  1. The bank chosen have to be ready to incorporate
    the desired features within the personal
    loan. A better way to take out a personal loan is to apply with several lenders
    so that you can have a choice to make a good decision. Unless you are in the top two percent of the wealthiest members
    of the population, you will probably need a personal loan in order to achieve educational and personal goals.

  2. You really make it seem so easy with your presentation but I find this matter to be actually something that I think I would never understand.
    It seems too complex and extremely broad for me. I am looking forward
    for your next post, I will try to get the hang of it!

  3. Thank you for sharing your thoughts. I really appreciate your
    efforts and I am waiting for your further post thanks onxe again.

  4. Hello, all is going fine here and ofcourse every one
    is sharing information, that’s truly excellent, keep up writing.

  5. Hi, yes this paragraph is in fact pleasant and I have learned lot of things
    from it regarding blogging. thanks.

  6. This website was… how do you say it? Relevant!!
    Finally I’ve found something which helped me.

    Thanks a lot!

  7. I am really loving the theme/design of your web site.
    Do you ever run into any browser compatibility problems?
    A few of my blog readers have complained about my site not working correctly in Explorer but looks great in Firefox.

    Do you have any advice to help fix this issue?

  8. For latest news you have to go to see web and on world-wide-web I found this website as a best web page for most up-to-date updates.

  9. Thank you for writing this post. I like the subject too.

  10. Your articles are extremely helpful to me. Please provide more information!

  11. The articles you write help me a lot and I like the topic

  12. I really appreciate your help

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *