Fastabiqul Khairat Nida1, Aceng Ruhendi Saifullah2
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
Tragedi gempa dan tsunami 26 Desember 2004 silam menelan ratusan ribu korban jiwa di wilayah pesisir Provinsi Aceh, tetapi menariknya hanya ada tujuh korban jiwa di Pulau Simeulue, sebuah kabupaten kepulauan di bagian barat Aceh. Penyebab utamanya diyakini adalah kearifan lokal Smong (tsunami) yang bertahan dalam masyarakat Simeulue dan direalisasikan dalam bentuk tradisi lisan yang disebut Nandong. Penelitian kualitatif ini mengkaji mengapa dan bagaimana tuturan tradisi lisan tersebut mampu berperan efektif dalam membantu mitigasi bencana tsunami di masyarakat Pulau Simeulue. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, dengan menggunakan pendekatan antropolinguistik. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan perspektif pragmatik, yaitu penggunaan teori konteks oleh Hymes (1974) dan tindak tutur(speech act) oleh Searle (1976). Lebih lanjut lagi, analisis diperkuat dengan menerapkan pengukuran keefektifan suatu tradisi lisan dalam sebuah masyarakat melalui parameter antropolinguistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai macam faktor yang terkandung di dalam teks, konteks, serta tindak tutur ilokusi dan perlokusi secara efektif mendukung keampuhan tradisi lisan Nandong dalam kaitannya dengan upaya mitigasi bencana (gempa dan tsunami) yang diimplementasikan oleh masyarakat Simeulue. Kesemua faktor tersebut memenuhi indikator keterhubungan, kebernilaian, dan keberlanjutan yang ditinjau berdasarkan perspektif antropolinguistik.
Kata Kunci: Tradisi Lisan Nandong, Tindak Tutur, Antropolinguistik